Muhamad Yasin
Muhamad Yasin
  • Jun 29, 2022
  • 9090

Kejati NTT Wajib Ambil Alih Penyidikan Dugaan KKN di Dinkes dan BPBD Nagekeo dari Tangan Kejari Ngada 

Kejati NTT Wajib Ambil Alih Penyidikan Dugaan KKN di Dinkes dan BPBD Nagekeo dari Tangan Kejari Ngada 
Marianus Gaharpung, SH, MS, Dosen FH Ubaya & Lawyer di Surabaya (foto istimewa)

Oleh: Marianus Gaharpung, SH, MS, Dosen FH Ubaya & Lawyer di Surabaya

NAGEKEO - Warga Nagekeo merasa heran dan terus bertanya ada apa dan mengapa dugaan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) alat pelindung diri (APD) masker dan Hand Sanitizer di Dinas Kesehatan serta kasus dana tanggap darurat di BPBD Nagekeo mulai 2020 belum saja adanya penetapan tersangka.

Padahal kasus kosupsi adalah extraordinary crime berimplikasi penanganannya ekstra serius, cepat dan terukur dalam hal waktunya karena selalu dalam pengawasan Kejaksaan Tinggi NTT. 

 Padahal berdasarkan keterangan pers 4 November 2020 oleh Kejari Bajawa atas dugaan KKN di Dinas Kesehatan dan BPBD Nagekeo disimpulkan adanya PERBUATAN MELANGGAR HUKUM, sehingga dari tahap penyelidikan sudah pasti ditingkatkan ke tahap penyidikan dan penetapan tersangka. 

Dan, perlu diketahui dari pernyataan Kejari Bajawa seharusnya otomatis terekam di Kejaksaan Tinggi NTT dari aspek pengawasan. Apalagi dugaan korupsi ini terjadi pada saat bencana nasional covid 19. 

Ini kategori kejahatan yang luar biasa bisa saja dengan ancaman hukuman mati.

Dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU Tipikor”) jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016 mengatur bahwa:

Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000, 00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000, 00 (satu milyar rupiah).

Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor kemudian menegaskan bahwa dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

Atas dasar hal ini warga Nagekeo bertanya dan meminta penjelasan dari Kepala Kejaksaan Negeri Bajawa atas kelanjutan perkara dugaan KKN di dua instansi tersebut.

Jika 4 November 2020 dalam keterangan pers oleh Kejari Bajawa kasus dugaan KKN tersebut akan dinaikkan ke tingkat penyidikan, maka sudah seharusnya dengan penetapan tersangka.

Jika dihitung dari jangka waktu saat ini 2022 seharusnya Berita Acara Pemeriksaan atas perkara  dugaan KKN sudah komplit siap dikirim ke Pengadilan Tipikor Kupang bersama barang bukti dan para tersangkanya ternyata belum sama sekali. 

Sehingga wajar warga Nagekeo mendesak agar Kejari Bajawa terbuka dan jujur saja ada kendala apa sehingga  penanganan perkara ini seakan mati suri? 

Wajar jika warga menduga ada  konspirasi apa lagi yang sedang dipertontonkan Kejari Bajawa terhadap warga Nagekeo? 

Oleh karena itu, warga Nagekeo mendesak agar penyidikan kasus dugaan KKN Dinas Kesehatan dan BPBD segera diambilalih oleh Kejaksaan Tinggi NTT demi terwujudnya aspek independensi dan obyektivitas dalam penanganan dugaan KKN di Dinas Kesehatan dan BPBD Nagekeo.

QUO VADIS DANA TANGGAP DARURAT 3 M 2019 DI BPBD NAGEKEO

Ada apa dan mengapa sampai Pimpinan DPRD Nagekeo Kristianus Dua Wea meminta adanya penyelidikan dari Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap dana Tanggap Darurat Bencana sebesar Rp 3 miliar tahun 2019 di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Nagekeo yang telah habis terpakai hanya dalam kurun waktu 7 bulan.

Ketua DPRD Nagekeo sampai melontarkan pernyataan seperti berarti menurut kami sangat serius dan beralasan bukannya mencari - cari kesalahan oknum PNS kantor BPBD Nagekeo dan kontraktor yang mengerjakan proyek bencana alam.

Tetapi menurut analisis kami adalah :Pertama, pantas karena eksistensi dewan secara konstitusional diberikan kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap penggunaan dana APBD;

Kedua, kenapa harus ke KPK yang melakukan penyidikan karena secara normatif KPK mempunyai kewenangan melakukan penyelidikan dan penyidikan dana dugaan korupsi 1 miliar ke atas;

Ketiga, mengapa tidak mendorong Kejaksaan Negeri Bejawa yang melakukan penyelidikan karena dari aspek locus delicti masuk wilayah hukum lembaga anti korupsi ini tetapi barangkali diragukan obyektivitas penyelidikan dan penyidikannya; 

Terlepas dari beberapa pertimbangan tersebut, tetapi penggunaan dana sebesar itu dengan tanpa alasan dan peruntukan yang jelas atas uang negara, maka adanya dugaan  telah terjadi penyalahgunaan wewenang dan melawan hukum yang menguntungkan oknum ASN di Pemkab Nagekeo dan kontraktor yang mengerjakan proyek bencana alam tersebut.

 Dana miliaran rupiah digunakan untuk membiayai 47 item pekerjaan dengan kategori Tanggap Darurat Bencana menurut versi BPBD Nagekeo. Pertanyaannya, yang bagaimana yang dimaksudkan dengan bencana tanggap darurat menurut versi BPBD Nagekeo? Karena realitanya bencana di Nagekeo hanya satu yakni ketika Longsor di Desa Selalejo Timur, kecamatan Mauponggo, yang kejadiannya tahun 2018, tetapi anehnya dana 2019 di BPBD habis, padahal kita tahu tidak ada bencana minta lagi Rp2, 3 M ke Bupati Nagekeo.

Pertanyaannya apakah ada pernyataan resmi dari Bupati Nagekeo bahwa 2019 ada bencana dengan penetapan status bencana atau tanggap darurat? Apakah ada aktivitas penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar warga, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana? Jika aktivitas seperti ini tidak terlihat, maka dugaan kuat ada tindakan penyalagunaan wewenang dan melawan hukum yang diduga dilakukan oknum di BPBD Nagekeo yang berkedok bencana alam tersebut berdasarkan Undang Undang UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Oleh karena itu, seharusnya anggota DPRD Nagekeo sebagai institusi yang diberikan kewenangan melakukan pengawasan anggaran APBD Nagekeo tanggap dengan penggunaan uang negara tersebut segera mengundang Kepala BPBD Rapat Dengar Pendapat  (RDP) dengan DPRD agar tidak terus menjadi qou vadis (kemana pergi) dana tersebut yang terus menjadi kecurigaan publik Nagekeo. Jika perlu segera bentuk Panitia Khusus (Pansus) dana BPBD tahun anggaran 2019 dan jika ada temuan segera direkomendasikan ke BPK Provinsi NTT untuk menghitung adanya kerugian negara.

Penulis :
Bagikan :

Berita terkait

MENU