Kose Kobhe, Tradisi Turun Temurun Warisan Leluhur Suku Nataia

    Kose Kobhe, Tradisi Turun Temurun Warisan Leluhur Suku Nataia
    Suku Nataia sedang melaksanakan bakar nasi bambu yang disebut dengan Kose dan dilanjutkan dengan berburu Kobhe

    NANGEKEO - Warga Desa Olaia, Kecamatan Aesesa Kabupaten Nagekeo, Provinsi NTT yang berada dalam naungan Suku Nataia setiap tahunnya selalu melaksanakan ritual adat yang dinamakan Kose Kobhe.

    Hal ini disampaikan Kepala Suku Nataia, Patrisius Seo kepada indonesiasatu.co.id, Rabu (21/7) malam di kampung adat Suku Nataia, Desa Olaia. Kose Kobhe merupakan salah satu tradisi yang telah diwariskan oleh leluhur sejak turun temurun.

    Patrisius menjelaskan, Kose Kobhe merupakan tradisi memasak nasi melalui sepotong bambu melalui ritual adat Suku Nataia. Tradisi Kose Kobhe ini sudah menjadi tradisi rutinitas setiap tahunnya. Kose adalah makan nasi bambu yang dibakar sedangkan Kobhe merupakan berburu.

    Patrisius menyampaikan, Kose Kobhe wajib dilakukan oleh semua penduduk diwilayah Suku Nataia yang telah menghuni diwilayah Desa Olaia. Dalam upacara adat ini , beras yang dibumbui dibungkus dengan pelepah pisang bagian dalam lalu dimasukkan kedalam potongan-potongan bambu yang telah disediakan, kemudian potongan-potongan bambu tersebut disimpan secara berjajar sepanjang satu meter dan bakar hingga matang.

    Setelah nasi bambu sudah matang, lanjut Patrisius para anggota keluarga diperkenankan untuk makan malam bersama. Selain anggota keluarga di dalam Suku Nataia tersebut, para warga masyarakat yang tinggal di wilayah Desa Olaia.

    Patrisius menambahkan, sebelum makan malam bersama keluarga terlebih dahulu dilakukan ritual adat. Makan nasi bambu inipun dengan berbagai doa dan permintaan dari setiap keluarga agar hujan dan sinar matahari yang seimbang dimusim tanam tahun ini, serta keselamatan jiwa dari bencana dan bahaya-bahaya.

    "Menurut kepercayaan melalui ritual adat Kose Kobhe ini kami dapat mengetahui apakah. hujannya panjang atau tidak pada saat pengiriman nasi bambu tadi. Jika belahannya sempurna diyakini musim hujannya panjang tahun demikianpun sebaliknya, "ungkapnya.

    Patrisius menambahkan, setelah kita masak nasi bambu upacara di dalam rumah, makan bersama keluarga pada malam hari, setelah itu keesokan harinya dilanjutkan dengan berburu. Kalau semua anjing hasilnya banyak. Anjing itu bisa puluhan ekor, setiap orang harus memilki anjing agar kita bisa turun dari gunung langsung halau ke padang ada jeratnya di padang. Karena disana sudah ada orang yang menjaganya.

    Kegiatan besoknya, kata dia dilanjutkan dengan pemasangan perangkap dipadang. Pada hari ke 3 setelah Kose Kobhe kegiatan diwarnai dengan mencari makanan, pemburu juga mempersiapkan bekal untuk para pelaku-pelaku berburu. Hari ke 4 anak laki-laki remaja dan orang dewasa bergerak menuju hutan.

    "Tapi sebelum mulai berburu semuanya diawali dengan ritual adat yang digelar melalui persembahan sesajean untuk para penguasa hutan yang pimpin oleh Ketua Suku guna meminta ijin para penguasa dan pemilik hutan agar diijinkan mengambil hutan selama 2 hari berburu juga dimudahkan. Untuk acara sesajean tersebut terdiri dari nasi, telur, tembakau gunung , kopi dan sirih pinang.

    "Setelah itu ada hari berikutnya yang secara bahasa adat namanya Gae Ka Lako artinya kita cari makanan anjing dan bekal untuk kita turun berburu di hutan selama dua hari. Setelah dua hari kita berburu , selanjutnya kita pulang langsung dilanjutkan dengan adat kita, dimana ada persembahannya di pohon kayu itu. Ada telur, nasi , tembakau gunung , kopi dan sirih pinang. Sebagai Ketua Suku turun terlebih dahulu untuk membuat persembahan khusus ditempat berburu disaat bulan purnama, "tuturnya.

    Patrisius menambahkan, perburuan dibagi dalam 2 kelompok masing-masing menemukan 20 orang, selama 2 hari mereka berburu hanya memungkinkan menangkap rusa dan babi hutan lainnya seperti ayam atau kera bisa ditangkap diluar berburu adat.

    "Sekali turun sedikitnya 2 hingga 4 ekor rusa berhasil ditangkap oleh satu kelompok. Sementara babi hutan 2 hingga 3 ekor. Hasil buruan ini dibagikan kepada semua anggota kelompok secara merata dan pesta pun dimulai. Ritual berburu adat di desa ini sudah diwariskan oleh leluhur secara turun - temurun yang digelar setiap tahun dan wajib dilaksanakan anak cucu selanjutnya, "katanya

    Muhamad Yasin

    Muhamad Yasin

    Artikel Berikutnya

    Inilah Wajah Kawasan Manggrove serta Jalan...

    Berita terkait

    Rekomendasi berita

    Marianus Gaharpung Angkat Bicara Respont Upaya Somasi Kopdit Mitan Gita Terhadap Silverius Timu, Ternyata Ketua dan Pengawas Punya Hubungan
    Marianus Gaharpung: Sudahkah Kopdit Mitan Gita Diaudit Auditor Independen?
    Meneropong Lebih Dekat Sosok Ipda Bertho Komandan Upacara dalam Apel Penurunan Bendera HUT RI ke-77 Nagekeo
    Marianus: ​Pemkab Nagekeo Tidak Boleh Diam Atas Upaya Penolakan Pembangunan Mushola Nanganumba
    ​Justice Collaborator Ungkap Otak Dibalik Jebolnya Dana BTT 2021 BPBD Sikka

    Tags