NAGEKEO - Pembangunan gedung Perpustakaan Daerah Kabupaten Nagekeo menuai polemik dari sejumlah pejabat mitra daerah atau mitra pemerintah daerah dan juga para tokoh agama, adat serta masyarkat Kabupaten Nagekeo pada umumnya.
Polemik yang menjadi bahan perbincangan hangat saat ini bukanlah mengenai fisik ataupun besarnya anggaran yang dikucurkan Pemerintah Kabupaten Nagekeo untuk pembangunan gedung tersebut, melainkan polemik terkait Pemerintah Nagekeo selenggarakan kegiatan peletakan batu pertama pembangunan gedung perpustakaan dengan menghadirkan banyak masa yang dinilai melanggar standar protokol covid-19.
Ketika diminta pendapatnya terkait polemik berkenaan dengan kegiatan peletakan batu perpustakaan pada 26 Juli 2021 lalu, Kristianus Dua Wea, Wakil Ketua DPRD Nagekeo sekaligus Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Nagekeo menyebut, masyarakat saat ini tengah dirundung kegelisahan tak bertepi akibat kehilangan harta terhormat dan termahal dalam hidup mereka lantaran kebebasan yang hakiki akibat pandemi covid-19.
"Jujur sejatinya saya enggan berkomentar. Keengganan ini berangkat dari sebuah keyakinan mendasar akan implikasi logis pernyataan saya yang bakal menimpa masyarakat dan publik pembaca rubrik ini yang tengah dirundung kegelisahan tak bertepi, lantaran kehilangan harta terhormat dan termahal dalam hidupnya seperti kehilangan orang-orang tersayang dan kebebasan hakikinya sebagai manusia, akibat pandemi Covid-19, " sebut Kris Dua di ruang kerjanya. Jumat, (30/7/2021).
Dan kalaupun harus berpendapat demikian, lanjut Kris Dua, aksentuasinya adalah pada perspektif komparatif dan konfrontatif ikhwal kepantasan kegiatan publik pemerintah di satu sisi dengan aktivitas kemanusiaan yang menjadi sandaran pemenuhan kebutuhan hakiki manusia pada sisi yang lainnya.
"sebuah pertanyaan menggelantung pada ujung cerita ini, apakah pantas penyelenggaraan kegiatan kepemerintahan meski bisa dijustifikasi dengan setumpuk argumetansi dan logika yuridis sekalipun ketika dikomparasi, " ucapnya.
Dikatakan lagi, dikonfrontasikan dengan pembatasan kebebasan hakiki manusia pada urusan pemenuhan kebutuhan rohaniah dan jasmaniah manusia sangat miris memang, pasar harus ditutup, gereja, masjid dan rumah-rumah ibadah lainnya tidak dibuka sementara pemerintah tetap bisa bebas laksanakan aktivitas dengan sokongan argumentasi hukum yang menurut mereka bisa dipertanggunggugatkan.
"pemerintah kabupaten nagekeo mencoba mengajak diskusi dengan menggunakan perangkap logika instruksi mendagri nomor 26 tahun 2021, saya kemudian termotivasi untuk menikmati dinamika dan dialektika percakapan yang ditawarkan pemerintah, dengan juga bersandar pada basis yuridis yang sama yakni diktum kesembilan poin (i) instruksi mendagri nomor 26 tahun 2021." ujar Kris Dua.
Dijelaskannya juga, basis pembenaran argumentasi merujuk pada Diktum dan poin yang sama maka saya harus mengutip keseluruhan naskah pada Diktum KESEMBILAN dan poin (i) Instruksi Mendagri Nomor 26 Tahun 2021.
Diktum kesembilan yakni, pengaturan untuk wilayah yang ditetapkan sebagai assesmen dengan kriteria level 3 (tiga) sebagaimana dimaksud pada diktum kesatu angka 2 (dua) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
Poin (i). pelaksanaan kegiatan pada area publik (fasilitas umum, taman umum, tempat wisata umum atau area publik lainnya) ditutup untuk sementara waktu, sampai dengan wilayah dimaksud dinyatakan aman berdasarkan penetapan pemerintah daerah setempat’.
Dia menambahkan, pada sisi yang lainnya, data kasus aktif covid-19 yang masih isolasi per-tanggal 26 dan 27 Juli 2021 terlihat bahwa Kelurahan Danga, Kecamatan Aesesa pada umunya yang menjadi lokus pelaksanaan kegiatan peletakan batu Pembangunan Gedung Perpustakaan.
Kabupaten Nagekeo sendiri, kata Kris Dua, masuk dalam kriteria Level 4 (Zona Merah) dengan total kasus terkonfirmasi positif covid-19 sebanyak 39 orang dan secara keseluruhan Kecamatan Aesesa teradapat 94 orang sementara pada tanggal 27 Juli 2021 Kelurahan Danga 45 orang dengan total secara kecamatan, Kecamatan Aesesa sebanyak 112 orang.
"Merujuk pada diktum kesembilan poin (i) dan data kasus aktif covid-19 yang masih isolasi per-tanggal 26 dan 27 Juli 2021 memberikan kesaksian yang kuat dan meyakinkan bahwa kegiatan peletakan batu pembangunan gedung perpustakaan daerah yang dilaksanakan pada 26 Juli 2021 lalu, memiliki potensi untuk dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum yang juga secara niscaya mengganggu rasa keadilan masyarakat, " jelasnya.
Bupati Nagekeo harus bertanggungjawab terhadap Menteri Dalam Negeri yang punya Intruksi Nomor 26 Tahun 2021, bertanggung jawab terhadap masyarakat Nagekeo juga kepada semua undangan yang hadir pada kegiatan peletakan batu Pembangunan Perpustakaan tersebut.
Ketika ditanya tentang undangan yang hadir Kris dengan tegas mengatakan bahwa penanggung jawab kegiatan itu bukan pada para undangan tetapi pada orang yang mengundang dalam hal ini Bupati Negekeo. Karena itu sebagai penanggung jawab kegiatan Bupati Nagekeo harus dapat memastikan bahwa pelaksanaan kegiatan peletakan batu Pembangunan Perpustakaan tidak berpotensi menabrak Intruksi Mendagri Nomor 26 Tahun 2021 juga tidak mengganggu rasa keadilan masyarakat yang sudah kehilangan banyak akibat pandemi covid-19.